PERATURAN DAERAH
KABUPATEN CIAMIS
NOMOR 3
TAHUN 2007
TENTANG
RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN CIAMIS
TAHUN 2005 SAMPAI DENGAN TAHUN 2014
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI CIAMIS,
Menimbang : a. bahwa ketentuan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis sampai dengan Tahun
2009 telah diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis Nomor 3 Tahun 1999;
b.
bahwa untuk mewujudkan Pembangunan dan Penataan
Ruang Kabupaten Ciamis dengan memanfaatkan secara optimal, serasi, seimbang dan
berkelanjutan, sebagai upaya penyesuaian terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2002, tentang Pembentukan Kota Banjar di Propinsi Jawa Barat, maka Peraturan
Daerah dimaksud pada huruf a, perlu untuk ditinjau dan disesuaikan yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950);
2.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
3.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan
Benda-benda yang ada di Atasnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961
Nomor 228);
4.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3274);
5.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3317);
6.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
7.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);
8.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
9.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
3851);
10.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
11.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2002, tentang Pembentukan Kota Banjar di
Propinsi Jawa Barat, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4246);
12.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4377);
13.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
14.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4548);
15.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
16.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 1132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4444);
17.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
18.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3293);
19.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3294);
20.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan
Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988
Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373);
21.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor
24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3409);
22.
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3538);
23.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3660);
24.
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721);
25.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
3838);
26.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
2000, tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia 3934);
27.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
2004, tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4585);
28.
Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 2006, tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);
29.
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
30.
Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1983 tentang Kebijaksanaan
Pengembangan Kepariwisataan Nasional;
31.
Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penataan
Ruang Nasional;
32. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun
2003 tentang Kebijakan Nasional Bidang Pertanahan
33.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1982, tentang
Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah;
34.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1986 tentang Penyertaan
Modal Daerah kepada Pihak Ketiga;
35.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1986 tentang
Penetapan Batas Wilayah Kota di Seluruh Indonesia;
36.
Peraturan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987, tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Kota;
37.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987 tentang Pemberian Hak
Atas Tanah untuk Keperluan Pembangunan Perumahan;
38.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1992, tentang
Tata Cara Pemberian Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) serta Ijin
Undang-undang Gangguan (UUG)/HO Bagi Perusahaan-perusahaan yang berlokasi
di Luar Kawasan Industri;
39.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang di Daerah;
40.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Peranserta masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah;
41.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan
Bentuk Produk Hukum Daerah;
42.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur
Penyusunan Produk Hukum Daerah;
43.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran
Daerah dan Berita Daerah;
44.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 1988 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987, tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Kota;
45.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1991 tentang
Penambahan Luas Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis setelah Ada
Pelurusan Sungai Citanduy;
46.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1992 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Rencana Kota;
47.
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002
tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang;
48.
Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat;
49.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2006
Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 21);
50.
Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Kecamatan Sindangkasih, Baregbeg, Panjalu Utara, Lumbung, Purwadadi, dan
Mangunjaya Kabupaten Ciamis (Lembaran Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2004 Nomor
15) sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 24 Tahun
2004 (Lembaran Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2004 Nomor 24);
51.
Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 17 Tahun 2004 tentang Rencana
Stratejik Pemerintah Kabupaten Ciamis Tahun 2004-2009 (Lembaran Daerah
Kabupaten Ciamis Tahun 2004 Nomor 17);
Dengan Persetujuan Bersama
Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah KABUPATEN
Ciamis
dan
BUPATI CIAMIS
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2005 SAMPAI DENGAN TAHUN 2014.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a.
Daerah adalah Kabupaten Ciamis.
b.
Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah
Kabupaten Ciamis sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
c.
Bupati adalah Bupati Ciamis.
d.
Ruang adalah wadah kehidupan yang meliputi ruang
daratan sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk hidup lainnya
melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
e.
Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang wilayah Daerah Propinsi yang mencakup kawasan lindung dan
kawasan budi daya, baik direncanakan maupun tidak, yang menunjukkan hirarki dan
keterkaitan pemanfaatan ruang.
f. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
g.
Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata
ruang;
h.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait
padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif
dan/atau aspek fungsional;
i.
Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya
disingkat RTRW adalah arahan pemanfaatan ruang dan struktur tata ruang daerah
dan merupakan dasar dalam mengeluarkan perijinan lokasi pembangunan.
j.
Penggunaan lahan adalah pemanfaatan lahan
dalam arti luas, baik pembangunan fisik maupun dalam bentuk
kegiatan yang dilakukan di atas atau dibawah tanah.
k. Prasarana adalah kelengkapan dasar yang diperoleh untuk mengembangkan
suatu lingkungan seperti jalan, saluran, listrik, telepon dan sejenisnya.
l. Sarana adalah kelengkapan lingkungan umum yang dimaksudkan untuk
pelayanan masyarakat lingkungan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
sekolah, klinik, taman dan sejenisnya.
m. Wilayah Perencanaan adalah wilayah penelitian yang arah pemanfaatan
ruangnya disesuaikan dengan jenis tata ruang daerah
diatasnya.
n. Kawasan adalah suatu wilayah yang mempunyai fungsi utama tertentu.
o. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kawasan kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
p. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,
sumber daya buatan.
q. Kawasan Pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi.
r. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi.
s. Kawasan Tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai
nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
t. Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami bencana alam.
u.
Kas Daerah adalah
Kas Daerah Pemerintah Kabupaten Ciamis.
v.
Pusat Kegiatan
Nasional yang selanjutnya disingkat PKN adalah pusat permukiman yang mempunyai
potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan Internasional dan mempunyai
potensi untuk mendorong daerah sekitarnya serta sebagai pusat jasa, pusat
pengolahan, simpul transpotasi yang melayani beberapa kabupaten;
w. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW adalah pusat
permukiman sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang
melayani beberapa kabupaten;
x. Pusat kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah pusat
permukiman sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang
mempunyai pelayanan satu kabupaten atau beberapa kecamatan;
y.
Regulasi Zona atau Zonning Regulation adalah ketentuan pengaturan
zonasi dan penerapannya ke dalam pemanfaatan lahan, yang menjadi acuan prosedur
pengendalian pemanfaatan ruang.
BAB II
ASAS, TUJUAN, KEDUDUKAN DAN
FUNGSI
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis,
disusun berasaskan:
a. pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan
berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan;
b. persamaan, keadilan dan perlindungan hukum;
c. keterbukaan, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
(1) Tujuan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yaitu:
a.
terwujudnya pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Daerah;
b.
terwujudnya keterpaduan,
keterkaitan dan keseimbangan pembangunan antar wilayah di seluruh wilayah Daerah
dengan pengaturan dan rencana pengembangan sarana dan prasarana sesuai dengan
skala pelayanannya;
c.
terwujudnya keseimbangan dan
kelestarian lingkungan hidup dengan pengaturan dan pengendalian kawasan lindung
dan kawasan budi daya;
d.
menarik investasi pembangunan
dengan memberikan arahan alokasi ruang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh
daerah;
e.
meminimalkan bencana dan dampak
lingkungan dengan pengendalian tata ruang dan pengendalian lingkungan.
(2) Tujuan khusus penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis
adalah :
a.
tersedianya produk Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis yang aplikatif, implementatif dan informatif
yang berguna bagi peningkatan fungsi dan peranan Daerah dalam perimbangan
wilayah yang lebih luas;
b.
menciptakan tata ruang Daerah yang
seimbang dan optimal, serta penyebaran prasarana dan sarana secara tepat dan
merata sesuai dengan kebutuhan masyarakat tanpa mengabaikan usaha peningkatan
kualitas lingkungan kehidupan Daerah sesuai norma-norma yang berlaku;
c.
memberikan kepastian hukum
dalam peningkatan ruang yang sekaligus dapat merangsang partisipasi masyarakat
(investor) untuk melaksanakan investasi di Daerah;
d.
instrumen pengendalian
pertumbuhan dan keserasian lingkungan Daerah, baik melalui pengawasan,
perizinan serta tindakan penertiban;
e.
memberikan kejelasan tugas dan
wewenang Pemerintah Daerah terutama dalam menata wilayahnya, serta memberikan
masukan dalam pengambilan keputusan.
Bagian Ketiga
Kedudukan dan Fungsi
Pasal 4
(1) Kedudukan RTRW adalah sebagai:
a.
dasar bagi kebijakan
pemanfaatan ruang di wilayah Daerah;
b.
penyelaras strategi serta
arahan kebijakan penataan ruang wilayah Propinsi dengan kebijakan penataan
ruang wilayah Daerah ke dalam Struktur dan Pola Tata Ruang Wilayah Daerah;
c.
pedoman bagi pelaksanaan
perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
d.
dasar pertimbangan dalam
penyelarasan penataan ruang dengan kabupaten/kota yang berbatasan.
(2) RTRW
berfungsi sebagai pedoman bagi :
a.
perumusan kebijaksanaan
pokok pembangunan dan pemanfaatan ruang di wilayah Daerah;
b.
mewujudkan
keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah Daerah
serta keserasian antar sektor;
c.
penetapan lokasi investasi yang
dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat di Daerah;
d.
penyusunan rencana rinci tata
ruang di Daerah;
e.
Pelaksanaan pembangunan dalam
memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan.
BAB III
WILAYAH, MATERI DAN JANGKA
WAKTU RENCANA
Bagian Kesatu
Wilayah Perencanaan
Pasal 5
(1)
Lingkup wilayah RTRW adalah Daerah dengan batas berdasarkan aspek administrasi
dan fungsional mencakup seluruh wilayah daratan seluas 244.479 ha beserta ruang
udara di atasnya dan ruang bawah tanah;
(2)
Batas-batas Daerah adalah sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Cilacap Propinsi Jawa Tengah dan Kota Banjar, sebelah selatan berbatasan dengan
Samudera Indonesia, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan
Kabupaten Kuningan.
Bagian Kedua
Materi Rencana
Pasal 6
Materi
RTRW meliputi:
a.
strategi pelaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah;
b.
rencana tata ruang wilayah;
c.
pemanfaatan ruang wilayah;
d.
pengendalian pemanfataan ruang wilayah.
Bagian Ketiga
Jangka Waktu Rencana
Pasal 7
Jangka waktu RTRW adalah 10 (sepuluh) tahun sejak
Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2014
BAB IV
STRATEGI PELAKSANAAN
PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pasal 8
(1)
Untuk
mewujudkan tujuan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada Pasal 3
ditetapkan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah;
(2)
Strategi pelaksanaan pemanfaatan
ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, meliputi :
a.
pemantapan kawasan lindung dan
pengelolaan kawasan budi daya;
b.
pengelolaan kawasan perdesaan,
kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu;
c.
sistem kegiatan pembangunan dan
sistem permukiman perdesaan dan perkotaan;
d.
sistem prasarana transportasi,
pos dan telekomunikasi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan;
e.
penatagunaan
tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam
lainnya.
Bagian Kesatu
Strategi Pemantapan Kawasan
Lindung dan
Pengembangan Kawasan Budidaya
Pasal 9
Untuk menjamin kelestarian lingkungan dan
keseimbangan pemanfaatan sumber daya alam, sesuai dengan prinsip pembangunan
berkelanjutan, maka strategi pemantapan kawasan lindung adalah sebagai berikut:
a.
mempertahankan luas kawasan lindung yang telah ada;
b.
mengalihfungsikan hutan produksi yang berada di kawasan lindung menjadi
fungsi lindung dan memantapkan hutan produksi yang berada di luar kawasan
lindung;
c.
pengendalian kawasan lindung dengan mengembangkan kawasan penyangga di
sekitar hutan;
d.
menetapkan kawasan berfungsi lindung yang mencakup perlindungan terhadap
kawasan rawan bencana.
Pasal 10
Untuk meningkatkan
keterkaitan potensi, daya dukung wilayah, dan keselarasan serta keterpaduan pengembangan
kawasan budi daya, maka strategi pengembangan kawasan budi daya adalah sebagai
berikut :
a.
memanfaatkan ruang kawasan budi
daya secara optimal sesuai dengan kemampuan daya dukung lingkungan;
b.
mengendalikan pemanfaatan ruang
pada kawasan budi daya agar tidak terjadi konflik antar kegiatan/sektor;
c.
penentuan prioritas dalam
penataan pemanfaatan ruang antar kegiatan budi daya, sehingga akan lebih
terarah dan fleksibel sesuai dengan tuntutan pengembangan;
d.
penentuan prioritas
pengembangan sistem prasarana wilayah pada bidang transportasi dan faktor
produksi, yaitu dengan mengaktifkan kembali jalur kereta api Banjar - Cijulang
dan mengembangkan jaringan jalan yang menghubungkan sentra-sentra produksi
dengan pusat koleksi dan distribusi di tingkat lokal, intra regional dan
interregional;
e.
pengalokasian rencana
pemanfaatan lahan yang lebih tegas dan bersifat fleksibel.
1.
ketegasan rencana pemanfaatan
ruang untuk kawasan potensial dan sentra produksi;
2.
fleksibilitas untuk pemanfaatan
ruang kawasan produksi yang dapat dikembangkan secara variasi.
Bagian Kedua
Strategi Pengembangan Kawasan
Perdesaan, Kawasan Perkotaan dan Kawasan Penanganan Khusus
Pasal 11
Strategi
pengembangan kawasan perdesaan adalah sebagai berikut:
a.
pengembangan kawasan pertanian
diarahkan pada wilayah-wilayah yang memiliki potensi/kesesuaian lahan serta
kemungkinan adanya dukungan pengembangan prasarana pengairan;
b.
pengembangan kawasan permukiman
perdesaan diarahkan pada wilayah-wilayah yang memiliki kesesuaian lahan
permukiman.
Pasal 12
Strategi pengembangan
kawasan perkotaan adalah sebagai berikut:
a.
pengembangan kawasan permukiman
perkotaan diarahkan melalui pengembangan perumahan dan permukiman skala besar
untuk mendukung perkembangan kawasan yang tumbuh dengan cepat;
b.
pengembangan kawasan permukiman
perkotaan perlu didukung dengan peningkatan dan penataan pelayanan prasarana
umum-sosial yang memadai.
Pasal 13
Strategi
pengembangan kawasan penanganan khusus adalah sebagai berikut :
a.
mengakomodasikan kepentingan
sektor-sektor strategis dan perlu mendapatkan penataan ruang terutama untuk
kawasan pariwisata, perumahan dan permukiman serta perikanan (baik darat maupun
laut);
b.
mengembangkan kawasan
penanganan khusus untuk mampu menjadi pusat pertumbuhan dan dapat mendorong
pengembangan bagi kawasan sekitarnya.
Bagian Ketiga
Strategi Pengembangan Sistem
Kegiatan Pembangunan,
Permukiman Perdesaan dan
Permukiman Perkotaan
Pasal 14
Strategi
pengembangan sistem kegiatan pembangunan adalah membentuk keterkaitan yang
jelas antar pusat-pusat pertumbuhan sebagai kesatuan sistem wilayah,
mengarahkan orientasi pergerakan serta penyebaran pelayanan yang proporsional
dan terstruktur.
Pasal 15
Strategi
pengembangan sistem permukiman perdesaan dan perkotaan adalah meningkatkan dan
mengembangkan serta sekaligus menata perumahan dan permukiman yang tersebar di
kawasan perdesaan dan perkotaan agar sesuai dengan struktur ruang wilayah.
Bagian Keempat
Strategi Pengembangan Sistem
Prasarana Wilayah
Pasal 16
Untuk meningkatkan
pelayanan masyarakat, maka strategi pengembangan sistem prasarana wilayah
adalah sebagai berikut :
a.
Sistem perhubungan darat
1.
mengembangkan jalan-jalan
utara-selatan untuk melayani arus pergerakan wilayah Ciamis Selatan
(hinterland) ke utara (pusat produksi dan pemasaran) untuk meningkatkan peran
wilayah selatan;
2.
mengaktifkan jaringan dan moda
angkutan kereta api untuk mempromosikan dan meningkatkan perkembangan kawasan
wisata di wilayah Ciamis bagian selatan;
3.
pengembangan jalan poros
Bojong-Parigi yang dapat memberikan pengaruh perkembangan ekonomi di wilayah
yang dilalui oleh jalan poros yaitu Kecamatan Cimaragas, Cidolog, Langkaplancar
dan Cigugur;
4.
peningkatan jalan dan
pembangunan jembatan yang menghubungkan Kabupaten Ciamis dengan kabupaten
sekitar;
5.
mengembangkan jalan lokal
primer untuk meningkatkan hubungan antara perumahan dan permukiman ke pusat
pertumbuhan;
6.
pengembangan dermaga Majingklak
dan Santolo sebagai outlet untuk pengembangan kepariwisataan di Pangandaran dan
sekitarnya serta pengembangan wilayah di Kabupaten Ciamis bagian Selatan;
b.
Sistem perhubungan laut, dengan
mengembangkan pelabuhan laut sebagai outlet di wilayah Kabupaten Ciamis bagian
Selatan;
c.
Sistem perhubungan udara,
mengembangkan peran dan fungsi bandar udara Nusawiru untuk pengembangan
kegiatan pariwisata dan pengembangan wilayah Kabupaten Ciamis bagian Selatan;
d.
Mengembangkan dan sekaligus
menata sistem prasarana di Kabupaten Ciamis mencakup sistem drainase, sistem
saluran untuk air limbah baik limbah cair maupun limbah padat (termasuk
sampah), telepon dan lainnya untuk menunjang pengembangan wilayah Kabupaten
Ciamis secara menyeluruh;
e.
Sistem prasarana pengelolaan
lingkungan, dengan meningkatkan tingkat pelayanan pengelolaan lingkungan;
f.
Mengembangkan
sistem transportasi terpadu;
g.
Sistem prasarana energi, dengan
meningkatkan jaringan distribusi listrik ke daerah perdesaan;
h.
Sistem prasarana pos dan
telekomunikasi, dengan mengembangkan sistem pelayanan pos dan telekomunikasi
untuk menunjang laju pembangunan khususnya dalam hal percepatan arus informasi;
i.
Sistem pengairan, dengan mengembangkan
sistem pengairan untuk memenuhi kebutuhan pertanian maupun non pertanian;
Bagian Kelima
Strategi Penatagunaan Tanah, Penatagunaan Air, Penatagunaan Udara, dan
Penatagunaan Sumber Daya Alam Lainnya
Pasal 17
Strategi
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan
sumber daya alam lainnya adalah sebagai berikut:
a.
menciptakan
keterpaduan antara sumber daya manusia dengan sumber daya buatan;
b.
meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c.
mengupayakan secara optimal
sesuai dengan kemampuan daya dukung lingkungan;
d.
mewujudkan perlindungan fungsi
ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.
BAB IV
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Rencana Struktur
Tata Ruang
Pasal 18
Rencana struktur
tata ruang meliputi pembagian Wilayah Pengembangan, pembagian fungsi wilayah
dan sistem hirarki kota-kota.
Paragraf 1
Pembagian
Wilayah Pengembangan
Pasal 19
Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Ciamis membagi wilayah Kabupaten Ciamis menjadi 3 (tiga) Wilayah
Pengembangan (WP), yaitu:
a.
Wilayah Pengembangan (WP) Utara
dengan pusat utama Kota Ciamis dan pusat pembantu Kota Kawali yang terdiri
dari:
1.
Sub Wilayah Pengembangan (SWP)
Utara I dengan pusat SWP Panjalu mencakup Panumbangan, Panawangan, Sukamantri
dan Panjalu;
2.
Sub Wilayah Pengembangan (SWP)
Utara II dengan pusat SWP Kawali mencakup Jatinagara, Cipaku, Lumbung dan
Kawali;
3.
Sub Wilayah Pengembangan (SWP)
Utara III dengan pusat SWP Cikoneng mencakup Cihaurbeuti, Sadananya, Sindangkasih, Ciamis, Baregbeg, Cijeungjing dan
Cikoneng;
4.
Sub Wilayah Pengembangan (SWP)
Utara IV dengan pusat SWP Rancah mencakup Sukadana, Tambaksari, Cisaga,
Rajadesa dan Rancah.
b.
Wilayah Pengembangan (WP)
Tengah dengan pusat utama Kota Banjarsari dan pusat pembantu Kota Padaherang
yang terdiri dari:
1.
Sub Wilayah Pengembangan (SWP)
Tengah I dengan pusat SWP Padaherang mencakup Lakbok, Mangunjaya, Purwadadi,
Banjarsari dan Padaherang;
2.
Sub Wilayah Pengembangan (SWP)
Tengah II dengan pusat SWP Pamarican mencakup Cimaragas, Cidolog, Langkaplancar
dan Pamarican.
c.
Wilayah Pengembangan (WP)
Selatan dengan pusat utama Kota Pangandaran dan pusat pembantu Kota Cijulang
yang terdiri dari:
1.
Sub Wilayah Pengembangan (SWP)
Selatan I dengan pusat SWP Kalipucang mencakup Kalipucang dan Pangandaran;
2.
Sub Wilayah Pengembangan (SWP)
Selatan II dengan pusat SWP Parigi mencakup Cigugur, Sidamulih dan Parigi;
3.
Sub Wilayah Pengembangan (SWP)
Selatan III dengan pusat SWP Cijulang mencakup Cimerak dan Cijulang;
Paragraf 2
Pembagian Fungsi Wilayah
Pasal 20
Pembagian fungsi
wilayah tiap Sub Wilayah Pengembangan (SWP) adalah sebagai berikut :
a.
Sub
Wilayah Pengembangan (SWP) Utara
1.
Sub Wilayah Pengembangan Utara I dengan pusat Kota
Panjalu mempunyai fungsi pusat pelayanan sosial ekonomi, perikanan darat, kawasan lindung (perlindungan daerah
bawahannya, resapan air dan suaka), kawasan budidaya hutan (agroforestry),
pertanian tanaman pangan lahan kering dan basah, hortikultura, hutan produksi,
peternakan kecil dan unggas, serta cagar alam dan budaya;
2.
Sub
Wilayah Pengembangan Utara II dengan pusat Kota Kawali mempunyai fungsi
pengembangan kawasan hutan produksi, pertanian tanaman pangan lahan kering,
perkebunan, hortikultura, kawasan budidaya
hutan (agroforestry), pusat pelayanan sosial ekonomi, cagar budaya, industri
rumah tangga, kawasan lindung (perlindungan daerah bawahannya, resapan air dan
suaka);
3.
Sub Wilayah Pengembangan Utara
III dengan pusat Kota Cikoneng mempunyai fungsi pengembangan perikanan darat
(air deras), pusat pemerintahan, pusat pendidikan, kawasan lindung
(perlindungan daerah bawahannya, resapan air dan suaka), kawasan budidaya hutan (agroforestry), pusat
transportasi darat, industri kecil dan rumah tangga, pusat pelayanan sosial,
pusat pelayanan perdagangan dan jasa, cagar budaya, dan pengembangan perumahan
dan permukiman;
4.
Sub Wilayah Pengembangan Utara
IV dengan pusat Kota Rancah mempunyai fungsi pengembangan perikanan darat,
pusat pelayanan sosial ekonomi, perkebunan, kawasan lindung (perlindungan
daerah bawahannya, resapan air dan suaka), kawasan budidaya hutan
(agroforestry), hutan produksi, pertanian tanaman pangan lahan kering,
hortikultura, peternakan kecil dan unggas, industri rumah tangga, dan kawasan
konservasi budaya dan sejarah;
b.
Sub
Wilayah Pengembangan (SWP) Tengah
1.
Sub
Wilayah Pengembangan Tengah I dengan pusat kota Padaherang mempunyai fungsi
pengembangan pertanian lahan basah (lumbung padi), pertanian tanaman pangan
lahan kering, kawasan budidaya hutan (agroforestry), hutan produksi, industri
kecil, pusat perdagangan dan jasa, perikanan darat dan rawa, peternakan unggas,
serta pengembangan perumahan dan permukiman;
2.
Sub
Wilayah Pengembangan Tengah II dengan pusat kota Pamarican mempunyai fungsi
pengembangan pertanian lahan basah, pertanian tanaman pangan lahan kering,
kawasan budidaya hutan (agroforestry), hutan produksi, pertambangan,
pengembangan perumahan dan permukiman baik perkotaan maupun pedesaan, dan
industri kecil.
c.
Sub
Wilayah Pengembangan (SWP) Selatan
1.
Sub Wilayah Pengembangan
Selatan I dengan pusat Kota Kalipucang mempunyai fungsi pusat transportasi
darat, kawasan pariwisata (pusat wisata bahari), kawasan lindung (suaka alam
dan cagar alam), perikanan laut dan perikanan darat (tambak);
2.
Sub Wilayah Pengembangan
Selatan II dengan pusat Kota Parigi mempunyai fungsi pengembangan pertanian
tanaman pangan lahan kering, hortikultura, perikanan, kawasan pariwisata, pusat
kenelayanan, hutan produksi;
3.
Sub Wilayah Pengembangan
Selatan III dengan pusat Kota Cijulang mempunyai fungsi kawasan pariwisata, pusat
transportasi udara, pertambangan, perkebunan, pertanian tanaman pangan lahan
kering, perikanan laut, perikanan darat (tambak), dan peternakan besar.
Paragraf 3
Sistem Hirarki Kota-kota
Pasal 21
Sistem hirarki
kota-kota di Kabupaten Ciamis adalah sebagai berikut:
a.
Kota Hirarki I, meliputi Kota Ciamis, Banjarsari
dan Pangandaran. Fungsi kota-kota ini adalah sebagai pusat pengembangan wilayah
pengembangan (WP) Kota Ciamis (utara), Kota Banjarsari (tengah), Kota
Pangandaran (selatan) ;
b. Kota Hirarki II, meliputi Kota Panjalu, Kawali, Rancah, Cikoneng,
Padaherang, Pamarican, Kalipucang, Parigi dan Cijulang. Fungsi kota-kota ini
adalah sebagai pusat pertumbuhan sub wilayah pembangunan (SWP) Kabupaten
Ciamis;
c.
Kota Hirarki III, meliputi Kota Panumbangan,
Panawangan, Sukamantri, Jatinagara, Cipaku, Lumbung, Cihaurbeuti, Sadananya, Sindangkasih, Ciamis, Baregbeg,
Cijeungjing, Sukadana, Tambaksari, Cisaga, Rajadesa, Lakbok, Mangunjaya,
Purwadadi, Cimaragas, Cidolog, Langkaplancar, Sidamulih, Cigugur, dan Cimerak.
Fungsi kota-kota ini adalah sebagai kota penyangga atau dapat dikembangkan
sebagai pusat SWP atau pusat Sub SWP.
Bagian Kedua
Rencana Pola
Pemanfaatan Ruang
Pasal 22
Rencana pola
pemanfaatan ruang wilayah meliputi rencana pola pemanfaatan kawasan lindung, kawasan
budi daya, kawasan penanganan khusus, rencana pengembangan prasarana wilayah.
Paragraf 1
Rencana Pola
Pemanfaatan Kawasan Lindung
Pasal 23
Rencana pola
pemanfaatan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 meliputi:
a.
kawasan yang
memberi perlindungan pada kawasan bawahannya yang meliputi kawasan hutan
lindung, dan kawasan resapan air;
b.
kawasan yang memberikan
perlindungan setempat yang meliputi kawasan sempadan pantai, sungai, danau dan
sekitar mata air;
c.
kawasan rawan bencana alam yang
meliputi kawasan rawan bencana gempa, banjir, kekeringan, dan longsor.
d.
kawasan suaka alam yang
meliputi cagar alam, suaka margasatwa, suaka alam laut dan perairan lainnya.
e.
kawasan perlindungan plasma
nutfah eks-situ.
f.
kawasan pelestarian alam yang
meliputi taman wisata alam dan cagar budaya.
Pasal 24
Kawasan yang
memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 huruf a, meliputi:
a.
kawasan hutan lindung di puncak
dan lereng Gunung Sawal serta kaki Gunung Cakrabuana yang meliputi Kecamatan
Cihaurbeuti, Sadananya, Cikoneng, Sindangkasih, Panumbangan, Panjalu,
Sukamantri, Kawali, Cipaku, Pamarican, Padaherang, Langkaplancar, Rancah,
Cigugur, Kalipucang, Sidamulih, dan Parigi;
b.
kawasan resapan air meliputi
wilayah Utara dan Selatan. Wilayah Utara meliputi Kecamatan Jatinagara, Rancah,
Sukadana, Cijeungjing, Tambaksari, Cipaku, Kawali, Panjalu, dan Panawangan. Wilayah Selatan meliputi :
Langkaplancar, Cigugur, Banjarsari, dan
Pangandaran.
Pasal 25
Kawasan
perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, meliputi:
a.
kawasan
sempadan pantai
Kawasan ini
ditetapkan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan
kondisi pantai, yaitu minimal 100 m dari titik pasang tertinggi kearah darat.
Lokasinya tersebar pada Kecamatan Kalipucang, Pangandaran, Sidamulih, Parigi,
Cijulang dan Cimerak.
b.
kawasan
sempadan sungai
Kawasan ini meliputi 100 m di kiri kanan
Sungai Citanduy, Cimedang dan Cijulang, 50 m di kiri kanan Sungai Cimuntur,
Ciseel, Cijolang dan sungai lainnya, 10-15 m di kiri kanan sungai yang berada
di kawasan permukiman;
c.
kawasan
sempadan danau/situ
Kawasan ini dihitung 50 -100 m dari
titik pasang tertinggi ke arah darat yang meliputi kawasan di sekitar Situ
Lengkong-Panjalu, dan situ-situ lainnya yang berada di Kabupaten Ciamis;
d.
kawasan
sekitar mata air
Kawasan ini
ditetapkan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 m di sekitar mata air dan
kawasan tersebut harus dikonservasi.
Pasal 26
Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c,
meliputi :
a.
kawasan rawan banjir yang
mencakup Kecamatan Pamarican, Banjarsari, Padaherang, Kalipucang, Lakbok dan
Pangandaran;
b.
kawasan rawan gempa yang
mencakup Kecamatan Panawangan, Panjalu dan Panumbangan;
c.
kawasan rawan kekeringan yang
mencakup Kecamatan Langkaplancar dan Cigugur.
d.
kawasan rawan longsor yang
mencakup Kecamatan Panawangan, Kawali, Cikoneng, Rajadesa, Jatinagara, Rancah
dan Tambaksari.
Pasal 27
Kawasan Suaka Alam
terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, suaka alam laut dan perairan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d, mencakup :
a.
Cagar
Alam
1.
Cagar
alam Gunung Sawal;
2.
Cagar
alam Situ Panjalu;
3.
Cagar
alam Leuweung Kuta;
4.
Cagar
alam Pangandaran;
b.
Suaka
Margasatwa
1.
Suaka
margasatwa Gunung Sawal;
2.
Suaka
margasatwa Pananjung;
c.
Suaka Alam Laut dan Perairan
Lainnya;
Suaka alam laut Pangandaran;
Pasal 28
Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah
eks-situ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf e, berada di Majingklak,
Karangkamulyan, Cipanjalu dan Cukang Taneuh.
Pasal 29
Kawasan Pelestarian
Alam terdiri dari taman wisata alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 huruf f, mencakup :
a.
1.
2.
3.
b.
Cagar
Budaya
1.
Cagar
budaya Karangkamulyan;
2.
Cagar budaya Situ Lengkong
Panjalu.
Paragraf 2
Rencana Pola
Pemanfaatan Kawasan Budidaya
Pasal 30
Rencana pola
pemanfaatan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 meliputi:
a.
Kawasan hutan produksi berupa
kawasan hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap dan kawasan hutan
produksi konversi;
b.
Kawasan pertanian berupa
kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah, kawasan pertanian tanaman pangan
lahan kering, kawasan perikanan, kawasan peternakan, kawasan perkebunan dan
kawasan permukiman perdesaan;
c.
Kawasan perkotaan berupa
kawasan pusat pemerintahan kabupaten, kawasan pendidikan, dan kawasan
permukiman perkotaan;
d.
Kawasan
pertambangan;
e.
Kawasan
peruntukan industri;
f.
Kawasan
pariwisata.
Pasal 31
Kawasan Hutan
Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a, mencakup :
a.
Kawasan hutan produksi terbatas
dengan eksploitasi hanya dapat tebang pilih dan tanam, diarahkan pada kawasan
hutan jati di Kecamatan Pamarican, Langkaplancar dan Cigugur;
b.
Kawasan hutan produksi tetap
dengan eksploitasi sistem tebang pilih, tebang habis, dan tanam, diarahkan pada
komoditi tanaman hutan yang umur tanam 5 – 10 tahun seperti sengon, dengan
lokasi diarahkan pada Ciamis bagian utara;
c.
Kawasan hutan produksi konversi
yang jika diperlukan dapat dialihfungsikan ke kawasan lain seperti perkebunan
dan tanaman pangan, sebagian besar merupakan kawasan perkebunan rakyat dan
hutan rakyat, diarahkan pada Kecamatan Pamarican, Langkaplancar, Panawangan,
kawali, Panjalu, Sadananya, Cipaku, dan Tambaksari.
Pasal 32
Kawasan pertanian lahan basah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b,
mencakup:
a.
Kawasan
pertanian tanaman pangan lahan basah yang terdapat di Kecamatan Lakbok,
Cijulang, Pangandaran, Cimerak, Padaherang, Kalipucang, Cikoneng dan
Cihaurbeuti;
b.
Kawasan
Pertanian Tanaman Pangan Lahan Kering ditekankan pada upaya diversifikasi pada
areal-areal pengembangan pertanian padi sawah, wilayahnya diseluruh kecamatan
dengan luasan per unit wilayah kecamatan tergantung pada tingkat kecocokan
tanahnya dan pilihan petani/masyarakat usaha tani dalam membudidayakannya;
c.
Kawasan perikanan darat yang
terdapat di Kecamatan Ciamis, Sadananya, Rancah dan Cipaku;
d.
Kawasan perikanan laut yang
terdapat di Kecamatan Kalipucang, Parigi, Cijulang dan Cimerak;
e.
Kawasan sentra peternakan tidak
dialokasikan pada lahan secara khusus, karena sifat pengembangan sentra
tersebut tidak memerlukan lahan yang cukup luas. Sentra pengembangan ternak
unggas diarahkan pada Kecamatan Banjarsari, Pamarican, Cisaga, Rajadesa,
Ciamis, Cihaurbeuti, Panjalu, dan Tambaksari sedangkan untuk peternakan besar
diarahkan di Kecamatan Cimerak, Kalipucang, Cigugur, Pamarican dan Panjalu;
f.
Kawasan perkebunan ditetapkan
pada perkebunan yang sudah ada, yaitu di Kecamatan Cimerak, Banjarsari,
Rajadesa, Sukadana, Cijulang dan Panjalu;
g.
Kawasan permukiman perdesaan
diarahkan di wilayah penunjang dengan mengembangkan sistem permukiman perdesaan
sebagai pusat produksi pertanian lahan basah dan mengembangkan sistem pertanian
lahan kering pada kawasan-kawasan permukiman yang sudah tumbuh dan berkembang,
terutama di areal dengan kemiringan 0-5%.
Pasal
33
Kawasan perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c, mencakup:
a.
Kawasan pusat pemerintahan
kabupaten dan kawasan pendidikan terdapat di Kota Ciamis;
b.
Kawasan permukiman perkotaan
terdapat di :
1.
Kota Ciamis yang meliputi
Kelurahan Ciamis, Maleber, Kertasari, Cigembor, Benteng, Linggasari,
Sindangrasa, Pawindan, Panyingkiran, Imbanagara, Sukajadi dan Mekarjadi;
2.
Kota Pangandaran yang meliputi
Desa Babakan, Pananjung, Pangandaran dan Wonoharjo;
3.
Kota Cijulang yang meliputi
Desa Cijulang, Batukaras, dan Kondangjajar;
4.
Kota Banjarsari yang meliputi
Desa Banjarsari, Sukasari, Cibadak, Sindangsari dan Ciherang;
5.
Kota Kawali yang meliputi Desa
Kawali, Kawalimukti, Winduraja dan Karangpawitan;
6.
Kota Rancah yang meliputi Desa
Rancah, Cileungsir, Cisontrol dan Situmandala;
7.
Kota Panumbangan yang meliputi
Desa Medanglayang, Panumbangan, Tanjungmulya, Sukakerta, Kertaharja, Golat dan
Sindangherang;
8.
Kota Cikoneng yang meliputi
Desa Cikoneng, Margaluyu, Wanasigra dan Kujang;
9.
Kota Sindangkasih yang meliputi
Desa Gunung Cupu, Sindangkasih dan Sukasenang;
10.
Kota Panjalu yang meliputi Desa
Panjalu dan Kertamandala;
11.
Kota Parigi yang meliputi Desa
Parigi, Ciliang, Karangbenda dan Karangjaladri;
12.
Kota Kalipucang yang meliputi
Desa Kalipucang dan Cibuluh;
13.
Kota Cijeungjing yang meliputi
Desa Cijeungjing, Pamalayan, Ciharalang, Bojongmengger dan Karangkamulyan;
14. Ibukota-ibukota kecamatan lainnya.
Pasal 34
Kawasan pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 huruf d, meliputi wilayah Kecamatan Padaherang,
Kalipucang serta daerah alternatif yaitu Pamarican, Langkaplancar dan Cimerak.
Pasal 35
Kawasan peruntukan industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 huruf e, diarahkan pada industri pengolahan pertanian
serta industri kecil dan rumah tangga dengan lokasi tersebar di sekitar wilayah
Kabupaten Ciamis.
Pasal 36
Kawasan
pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf f, mencakup :
a.
Wisata Budaya, meliputi objek
potensial :
1.
Situ
Lengkong Panjalu
2.
Astana
Gede Kawali
3.
Karangkamulyan
4.
Kampung
Kuta
5.
Situs
Gunung Susuru
b.
Wisata Alam, meliputi objek
potensial :
1.
Pangandaran
2.
Cagar
alam Pananjung
3.
Lembah
Puteri
4.
Karapyak
5.
Palatar
Agung
6.
Majingklak
7.
Karang
Tirta
8.
Batu
Hiu
9.
Batu
Karas
10. Madasari
11. Keusik Luhur
c.
Wisata dengan minat khusus
meliputi:
1.
Curug
Tujuh
2.
Citumang
3.
Karang
Nini
4.
Gua
Donan
5.
Cukang
Taneuh
Pasal 37
Kawasan Penanganan Khusus meliputi :
a.
Kawasan
Situ Panjalu;
b.
Kawasan
Suaka Margasatwa Gunung Sawal;
c.
Kawasan Hutan Lindung Gunung
Sawal;
d.
Kawasan Koridor
Sindangkasih-Cikoneng-Ciamis-Cijeungjing;
e.
Kawasan
Sindangkasih;
f.
Kawasan
Karangkamulyan;
g.
Kawasan
Perkantoran Kertasari;
h.
Kawasan
Lingkar Selatan;
i.
Kawasan
Bandar Udara Nusawiru;
j.
Kawasan
Nelayan Bojongsalawe
k.
Kawasan
Cagar Alam Pananjung;
l.
Kawasan
wisata Pangandaran;
m. Kawasan Hutan Lindung Kalipucang.
n.
Kawasan
Pusat
o.
Kawasan
Majingklak;
p.
Kawasan lumbung padi Padaherang
dan Lakbok;
q.
Kawasan
camping ground Cijeungjing;
r.
Kawasan
Kampung Kuta;
s.
Kawasan Pengembangan Ikan
Gurame Ciamis dan Sadananya;
t.
Kawasan
Konservasi Cileueur.
Paragraf 4
Rencana Pengembangan Prasarana Wilayah
Pasal 38
Sistem prasarana
transportasi Kabupaten Ciamis meliputi:
(1)
Sistem prasarana transportasi
darat di Kabupaten Ciamis meliputi:
a.
Jaringan
jalan
1.
peningkatan ruas jalan arteri
primer Tasikmalaya-Ciamis-Cilacap (Jawa Tengah) serta penetapan ruas jalan
Ciamis-Cikijing dan Banjar-Pangandaran sebagai jaringan jalan arteri primer;
2.
pembentukan jalan poros
Bojong-Parigi;
3.
peningkatan ruas jalan
Kalipucang-Kalapagenep dan penetapan ruas jalan tersebut sebagai jaringan jalan
arteri sekunder;
4.
pengembangan ruas jalan
Tasikmalaya-Panumbangan-Kawali, Cisaga-Sukadana-Tambaksari menjadi jaringan
jalan kolektor primer;
5.
peningkatan fungsi ruas jalan
Kawali-Jatinagara-Rancah-Tambaksari menjadi kolektor sekunder;
6.
peningkatan jalan dan
pembangunan jembatan pada ruas jalan Banjarsari-Nambo-Cilacap,
Tambaksari-Cilacap, dan Jatinagara-Rajadesa-Kuningan;
b.
Terminal
1.
Terminal tipe B yang bersifat
transit dan melayani angkutan antar kota antar propinsi, berada di Kecamatan
Ciamis, Banjarsari, dan Pangandaran;
2.
Terminal tipe C yang melayani
pergerakan internal di wilayah Kabupaten Ciamis, tersebar diseluruh kota
Kecamatan di Kabupaten Ciamis.
c.
Transportasi
kereta api
Pelayanan
transportasi kereta api di wilayah Kabupaten Ciamis merupakan pelayanan
transit/langsir bagi pergerakan regional antar propinsi. Arahan pengembangan
sistem transportasi kereta api di Kabupaten Ciamis dilakukan melalui 2 (dua)
pendekatan :
1.
Penekanan pada penataan stasiun
yang ada yaitu :
a)
Stasiun cabang besar di Kota
Ciamis
b) Stasiun cabang kecil di Kota Kecamatan Bojong, Banjarsari, Padaherang,
Kalipucang, Ciputrapinggan, Pangandaran, Cikembulan, Cikalong, Cibenda, Parigi
dan Cijulang.
2.
Pengaktifan jalur kereta api
yang telah ada sebelumnya, yaitu dari Kota Banjar ke Cijulang, dimaksudkan
untuk mendukung kegiatan kepariwisataan di bagian selatan Ciamis ;
d. Pelabuhan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP)
Pelabuhan Angkutan
Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) yang terdapat di Kabupaten Ciamis adalah
Pelabuhan Santolo dan Pelabuhan Majingklak di Kecamatan Kalipucang.
(2)
Sistem prasarana transportasi
laut di Kabupaten Ciamis meliputi :
a.
Pengembangan pelabuhan Cikidang
di Kecamatan Pangandaran sebagai
pelabuhan pendaratan ikan untuk menunjang pengembangan kegiatan kenelayanan di
Kabupaten Ciamis;
b.
Pembangunan pelabuhan nelayan
di Desa Karangjaladri, Kecamatan Parigi untuk menunjang pengembangan kegiatan
kenelayanan di Kabupaten Ciamis:
(3)
Sistem prasarana transportasi
udara di Kabupaten Ciamis berupa optimalisasi fungsi bandara komersial yaitu
Bandar Udara Nusawiru di Kecamatan Cijulang;
(4)
Sistem prasarana pengairan di
Kabupaten Ciamis meliputi:
a.
Sistem irigasi teknis, melayani
Kecamatan Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Padaherang, Banjarsari,
Lakbok, Pamarican, Cimaragas, Cijeungjing, Cisaga, Ciamis, Cipaku, Panawangan,
Kawali, Panjalu, Sukadana, Cigugur dan Panumbangan ;
b.
Sistem irigasi semi teknis, tersebar di seluruh
wilayah Kabupaten Ciamis;
c.
Sistem irigasi
sederhana/perdesaan, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Ciamis.
(5)
Pengembangan prasarana sosial dan ekonomi di
Kabupaten Ciamis meliputi peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana
pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan perdagangan sesuai dengan standar
kebutuhan;
(6)
Pengembangan energi dan
telekomunikasi di Kabupaten Ciamis meliputi:
a.
Dalam pemenuhan pelayanan
listrik di Kabupaten Ciamis perlu mendapat perhatian tentang :
1.
Pemeliharaan jaringan dan
penggunaan jaringan kabel listrik dimana pada jaringan listrik perlu adanya
pengamanan jalur yang harus bebas dari penggunaan lahan lainnya.
2.
Sepanjang kawasan yang
terlintasi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yaitu Kecamatan Ciamis,
Cimaragas, Pamarican dan Lakbok sebaiknya diarahkan untuk pemanfaatan jalur
hijau.
b. Pengembangan jaringan telekomunikasi diprioritaskan pada 9 (sembilan)
kecamatan yang belum terlayani, yaitu Kecamatan Panawangan, Jatinagara,
Rajadesa, Tambaksari, Langkaplancar, Cigugur, Cimerak, Parigi dan Cijulang.
BAB V
PEMANFAATAN RUANG
WILAYAH
Pasal 39
Pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 6,
diselenggarakan berdasarkan sistem kegiatan pembangunan, pengelolaan kawasan
serta penatagunaan.
Pasal 40
Prioritas pembangunan di Kabupaten
Ciamis didasarkan pada :
a.
sumber
daya finansial/pendanaan yang dimiliki;
b.
potensi sumber daya alam yang
mendukung untuk dikembangkan dalam sektor-sektor produktif;
c.
kebutuhan yang paling mendesak
untuk segera dilaksanakan;
d.
kondisi
sumber daya yang mendukung.
Pasal 41
Sektor-sektor yang
diprioritaskan adalah:
a.
Sektor pertanian, khususnya
pertanian tanaman pangan lahan basah, penetapan fungsi kawasan lumbung padi di
Kecamatan Lakbok dan Padaherang;
b.
Sektor industri, dengan
pengembangan industri pengolahan terutama dalam sektor pertanian yang tersebar
pada beberapa kawasan di wilayah Kabupaten Ciamis;
c.
Sektor perdagangan dan jasa,
dengan penetapan kutub pertumbuhan kota untuk dijadikan pusat perdagangan dan
jasa yang melayani wilayah Kabupaten dan antar Kabupaten di Cihaurbeuti,
Sindangkasih, Banjarsari, Kalipucang dan Cijulang ;
d.
Sektor pariwisata, dengan
pengembangan kawasan pariwisata berskala nasional dan internasional untuk lebih
dipromosikan sebagai sektor andalan pengembangan ekonomi di kawasan Pantai
Pangandaran ;
e.
Kawasan lindung, dengan
penetapan kawasan lindung (Gunung Sawal) sebagai kawasan yang memberikan
perlindungan kawasan bawahannya, serta mengembangkan/menetapkan kawasan-kawasan
cagar alam dan budaya dalam upaya pelestarian ekosistem dan budaya tradisional
yang perlu dipertahankan dan dikembangkan ;
f.
Sektor perhubungan, dengan
prioritas kegiatan sebagai berikut:
1.
mengaktifkan kembali angkutan
kereta api Banjar-Pangandaran-Cijulang untuk menunjang pengembangan dan
menambah aset kepariwisataan;
2.
mengoptimalkan fungsi pelabuhan
laut (Kalipucang) dalam melayani angkutan ASDP untuk domestik dan pariwisata ;
3.
mengembangkan dan mempromosikan
Bandar Udara Nusawiru di Cijulang;
4.
mengembangkan jalan poros
Bojong-Parigi untuk meningkatkan perekonomian daerah dan untuk menunjang
pelayanan kepariwisataan wilayah Ciamis bagian selatan.
Pasal 42
Langkah-langkah
pengelolaan kawasan lindung dilakukan melalui:
a.
pelestarian;
b.
pengendalian;
c.
pemanfaatan.
Pasal 43
(1)
Kegiatan pelestarian dalam
pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a, mencakup:
a.
mempertahankan kawasan lindung
yang masih asli;
b.
mengembalikan fungsi lindung
bagi kawasan lindung yang telah dibudidayakan;
c.
membatasi kegiatan budi daya
yang telah ada di sekitar kawasan lindung;
d.
mengembangkan
kawasan penyangga;
e. memindahkan kegiatan budi daya yang mengganggu fungsi lindung.
(2)
Kegiatan pengendalian dalam
pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b,
mencakup:
a.
pelarangan kegiatan budi daya
di kawasan suaka alam kecuali kegiatan budi daya yang dapat menunjang fungsi
lindungnya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta
ekosistem alami yang ada;
b.
kegiatan budi daya yang ada di
kawasan lindung harus melakukan studi lingkungan;
c.
melakukan pengendalian
pemanfaatan ruang di kawasan lindung oleh Pemerintah Daerah;
(3)
Kegiatan pemanfaatan dalam
pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c, mencakup:
a.
Bagi kawasan lindung yang telah ada kegiatan
permukiman dilakukan kegiatan:
1.
pembatasan perkembangan kegiatan di kawasan
lindung;
2.
secara bertahap dibebaskan dari kegiatan
penduduk;
3.
pemindahan penduduk dengan tidak mengurangi
kesejahteraan penduduk;
b.
Pemanfaatan kawasan lindung
untuk budi daya terbatas
1. Kawasan lindung yang memberikan perlindungan kawasan dibawahnya dapat
dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan/tahunan yang dikembangkan di luar hutan
lindung, untuk hutan produksi yang dikembangkan di luar hutan lindung, dan
untuk pertambangan di luar kawasan hutan lindung;
2.
Kawasan perlindungan setempat
dapat dimanfaatkan untuk tanaman tahunan bersyarat, untuk hutan produksi
bersyarat, dan untuk kegiatan pertambangan bersyarat;
3.
Kawasan suaka alam dapat
dimanfaatkan untuk objek wisata bersyarat;
4.
Kawasan rawan bencana dapat
dimanfaatkan untuk tanaman tahunan/perkebunan bersyarat, sebagai hutan produksi
bersyarat, dan sebagai objek wisata bersyarat.
Pasal 44
Langkah-langkah
pengelolaan kawasan budi daya yang akan dilakukan adalah:
a.
Kawasan pertanian lahan basah,
melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1.
mempertahankan pertanian lahan
basah yang beririgasi ;
2.
mencetak sawah baru pada areal
yang potensial.
b.
Kawasan pertanian lahan kering, melalui
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1.
mengembangkan pertanian pangan
lahan kering, hortikultura, dan tanaman semusim yang sesuai dengan permintaan
pasar lokal;
2.
mengintensifkan perkebunan
besar yang ada;
3.
Mengembangkan kawasan
perkebunan dengan jenis komoditi sesuai permintaan pasar;
4.
menghutankan kembali kawasan
yang sesuai untuk kawasan penyangga dengan komoditi hutan produksi terbatas
(sistem tebang pilih) khususnya jenis jati;
5.
mengembangkan jenis hutan yang
produktif dan berjangka pendek khususnya sengon.
c. Kawasan perkotaan, dengan arahan-arahan pengembangan kawasan pemerintahan
dan kawasan pendidikan di wilayah Kota Ciamis dan kawasan permukiman perkotaan
di Kota Panumbangan, Panjalu, Kawali, Rancah, Cikoneng, Sindangkasih, Ciamis,
Cijeungjing, Banjarsari, Kalipucang, Pangandaran, Parigi, Cijulang dan
ibukota-ibukota kecamatan lainnya;
d.
Kawasan pertambangan, melalui kegiatan perluasan
kawasan penambangan/industri pengolahan berdasarkan potensi yang ada dengan
tetap memperhatikan aspek lingkungan;
e.
Kawasan pariwisata, melalui kegiatan-kegiatan :
1.
penataan kembali kawasan pusat pariwisata di
Pangandaran dan sekitarnya;
2.
mengembangkan obyek-obyek wisata potensial di
luar kawasan Pangandaran.
Pasal 45
Langkah-langkah pengelolaan
kawasan penanganan khusus yang akan dilakukan adalah:
a.
menetapkan kawasan
penanganan khusus untuk mengakomodasikan kepentingan sektor-sektor strategis
yang perlu segera mendapat dukungan penataan ruang;
b.
menetapkan kawasan kritis yang perlu dipelihara
fungsi lindungnya untuk melindungi dari kerusakan lingkungan;
c.
menetapkan kawasan peruntukan industri,
permukiman, pemerintahan, pariwisata yang tumbuh pesat dan membangun kawasan
tersebut untuk mempercepat pertumbuhan wilayah sekitarnya.
BAB VI
PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pasal 46
(1) Pengendalian Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Ciamis diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban
terhadap pemanfaatan ruang;
(2)
Pengawasan terhadap pemanfaatan
ruang diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi secara
rutin;
(3)
Penertiban terhadap pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang diselenggarakan dalam bentuk
pengenaan sanksi administratif dan sanksi pidana sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 47
(1)
Koordinasi pengendalian
pemanfaatan ruang dilakukan oleh Bupati melalui Tim Koordinasi Penataan Ruang
Daerah Kabupaten dengan melibatkan peran serta masyarakat;
(2)
Tim Koordinasi Penataan Ruang
Daerah Kabupaten melakukan pengawasan pemanfaatan ruang yang berhubungan dengan
program, kegiatan pembangunan dan pemberian izin pemanfaatan ruang;
(3)
Penertiban terhadap pemanfaatan
ruang dilakukan oleh aparat pemerintah yang berwenang terhadap pelanggaran
pemanfaatan ruang.
BAB VII
HAK, KEWAJIBAN, DAN
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 48
Dalam kegiatan penataan ruang wilayah Kabupaten Ciamis, masyarakat
berhak:
a.
berperan serta dalam proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b.
mengetahui secara terbuka
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis;
c.
menikmati manfaat ruang
dan/atau pertambahan nilai ruang akibat dari penataan ruang;
d.
memperoleh penggantian yang
layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 49
(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, selain masyarakat mengetahui Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis dari Lembaran Daerah, masyarakat mengetahui
rencana tata ruang yang telah ditetapkan melalui pengumuman atau penyebarluasan
oleh Pemerintah Daerah pada tempat-tempat yang memungkinkan masyarakat
mengetahui dengan mudah;
(2) Pengumuman atau penyebarluasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diketahui masyarakat dari penempelan/
pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan pada tempat-tempat umum
dan kantor-kantor yang secara fungsional menangani rencana tata ruang tersebut.
Pasal 50
(1) Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau
pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan atau kaidah yang berlaku;
(2)
Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta
sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, menikmati manfaat ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), yang dapat berupa manfaat ekonomi, sosial dan
lingkungan dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak
tertentu berdasaran ketentuan peraturan perundang-undangan ataupun atas hukum
adat kebiasaan yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat.
Pasal 51
(1) Hak memperoleh penggantian yang layak
atas kerugian terhadap perubahan status semula yang dimiliki oleh masyarakat
sebagai akibat pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis
diselenggarakan dengan cara musyawarah antara pihak yang berkepentingan.
(2)
Dalam hal tidak tercapai
kesepakatan mengenai penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 52
Dalam kegiatan penataan ruang
wilayah Kabupaten Ciamis masyarakat wajib :
a.
berperan serta dalam memelihara
kualitas ruang;
b.
berlaku tertib dalam
keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
c.
mentaati rencana tata ruang
yang telah ditetapkan.
Pasal 53
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam
penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, dilaksanakan dengan
mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu dan aturan-aturan penataan
ruang yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;
(2)
Kaidah dan aturan pemanfaatan
ruang yang dipraktekkan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan
sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika
lingkungan, lokasi dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin
pemanfaatan ruang yang serasi, selaras dan seimbang.
Pasal 54
Dalam pemanfaatan
ruang di daerah, peran serta masyarakat dapat berbentuk:
a.
pemanfaatan ruang daratan,
ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan RTRW yang telah ditetapkan;
b.
bantuan pemikiran atau
pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah;
c.
bantuan teknik dan pengelolaan
dalam pemanfaatan ruang.
Pasal 55
(1)
Tata cara peran serta
masyarakat dalam pemanfaatan ruang di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
54, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2)
Pelaksanaan peran serta
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini dikoordinasikan oleh
Bupati termasuk pengaturannya pada tingkat kecamatan sampai dengan Desa/Kelurahan;
(3)
Peran
serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara tertib
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis.
Pasal 56
Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat dapat
berbentuk:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten, termasuk
pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang;
b.
bantuan pemikiran atau
pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan peningkatan
kualitas pemanfaatan ruang.
Pasal 57
Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dan
kawasan di daerah disampaikan secara lisan atau tertulis mulai dari tingkat
desa/kelurahan ke kecamatan, selanjutnya kepada Bupati dan pejabat yang
berwenang.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 58
(1)
Sanksi administratif dikenakan
atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan
pemanfaatan ruang;
(2) Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, dapat berupa:
a.
penghentian
sementara pelayanan administratif;
b.
penghentian sementara
pemanfaatan ruang di lapangan;
c.
denda
administratif;
d.
pengurangan
luas pemanfaatan ruang;
e.
pencabutan
izin pemanfaatan ruang.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 59
(1)
Barangsiapa melanggar ketentuan
dalam Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3
(tiga) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
(2)
Tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.
(3)
Denda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), disetorkan ke Kas Daerah.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 60
(1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Republik
Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Ciamis diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan atas tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini;
(2) Dalam melaksanakan tugas
penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berwenang :
a.
menerima laporan atau
pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b.
melakukan tindakan pertama
pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c.
menyuruh berhenti
seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.
melakukan penyitaan benda
dan/atau surat;
e.
mengambil sidik jari dan
memotret seseorang;
f.
memanggil seseorang untuk
didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g.
mendatangkan seorang
ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h.
mengadakan penghentian
penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup
bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya
diberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau
keluarganya;
i.
mengadakan tindakan lain
menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Penyidik Pegawai Negeri Sipil
dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyidik berada di bawah koordinasi
penyidik POLRI.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
61
Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Ciamis, digambarkan pada peta wilayah Kabupaten Ciamis dengan
tingkat ketelitian berskala 1 : 50.000,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 62
(1)
Ketentuan
mengenai penataan ruang lautan dan ruang udara akan diatur lebih lanjut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Pengaturan mengenai Rencana
Detail Tata Ruang Kota, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 63
(1) Peninjauan kembali dan/atau
penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan dapat dilakukan
minimal 5 (
(2)
Perubahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 64
(1)
Dengan ditetapkan
Peraturan Daerah ini maka;
a.
Peraturan Daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis Nomor 4 Tahun 1998, tentang Rencana Umum
Tata Ruang Kota Administratif Banjar sampai dengan tahun 2005;
b. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis Nomor
3 Tahun 1999, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis sampai dengan
Tahun 2009 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2)
Hal-hal yang belum diatur
dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan dan/atau Keputusan Bupati.
Pasal 65
Peraturan
Daerah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2005.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Ciamis.
Ditetapkan di Ciamis
pada tanggal
BUPATI
CIAMIS,
H.
ENGKON KOMARA
Diundangkan di Ciamis
pada tanggal
SEKRETARIS
DAERAH KABUPATEN CIAMIS,
H. SUBUR DWIONO
LEMBARAN DAERAH
KABUPATEN CIAMIS
TAHUN 2007
NOMOR
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS
NOMOR
3 Tahun 2007
TENTANG
RENCANA TATA
RUANG WILAYAH KABUPATEN CIAMIS
TAHUN 2005 SAMPAI
DENGAN TAHUN 2014
I. UMUM
Dalam rangka terciptanya
pertumbuhan dan pembangunan Kabupaten Ciamis yang tertib, seimbang, serasi,
selaras dan terarah sesuai dengan kebutuhan sarana dan prasarana yang memadai,
maka diperlukan suatu rencana pembangunan kota yang menyeluruh, terpadu dan
berorientasi pada tujuan jangka panjang.
Guna tercapainya maksud tersebut
di atas perlu adanya pengaturan-pengaturan sesuai dengan fungsi dan peranan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Ciamis digunakan sebagai landasan pembangunan untuk kurun waktu Tahun
2005 sampai dengan tahun 2014 dan terbagi atas tahap demi tahap dan secara
operasional dapat diwujudkan dalam program pembangunan lima tahun dan tahunan
daerah.
Sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, RTRW sebagaimana dimaksud di
atas harus dituangkan dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah yang akan dijadikan
landasan dan jaminan kepastian hukum bagi pemerintah dan masyarakat dalam
melaksanakan pembangunan tersebut.
I. PASAL DEMI PASAL
Pasal
1
Pasal
ini menjelaskan beberapa istilah yang
dipergunakan dalan Peraturan Daerah ini, dengan maksud agar terdapat pengertian
yang sama sehingga kesalahpahaman dalam penafsiran dapat dihindarkan.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan
terpadu adalah bahwa penataan ruang dianalisis dan dirumuskan menjadi satu
kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang baik oleh pemerintah maupun
masyarakat.
Yang dimaksud dengan
berdaya guna dan berhasil guna adalah bahwa penataan ruang harus dapat
mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang.
Yang dimaksud dengan
serasi, selaras dan simbang adalah bahwa penataan ruang dapat menjamin
terwujudnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan struktur dan pola tata
ruang bagi persebaran penduduk antar wilayah, pertumbuhan dan perkembangan
antar sektor serta antar daerah.
Yang dimaksud dengan
berkelanjutan adalah bahwa penataan ruang menjamin kelestarian kemampuan daya
dukung sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir dan batin antar
generasi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
persamaan adalah bahwa seluruh lapisan masyarakat mendapat hak yang sama dalam
kegiatan pemanfaatan ruang.
Yang dimaksud dengan
keadilan adalah bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat mengambil manfaat dari
kegiatan penataan ruang sesuai dengan kepentingannya.
Yang dimaksud dengan
perlindungan hukum adalah bahwa penataan ruang dalam pelaksanaannya dilindungi
oleh hukum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan
keterbukaan adalah bahwa penataan ruang dalam pelaksanaannya berhak diketahui
oleh seluruh lapisan masyarakat dan terbuka untuk menampung masukan dari seluruh
lapisan masyarakat.
Yang dimaksud dengan
akuntabilitas adalah bahwa penataan ruang dalam pelaksanaannya dapat
dipertanggungjawabkan.
Yang dimaksud dengan
partisispasi masyarakat adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dilakukan
oleh pemerintah harus dapat melibatkan partisipasi masyarakat. Partisispasi
masyarakat sangat penting dalam penataan ruang karena hasil penataan ruang
adalah untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 6
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Pasal 7
RTRW Kabupaten Ciamis
digunakan sebagai acuan kebijakan pembangunan hingga tahun 2014 dan tetap
berlaku selama belum ada perubahan/penggantinya.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 9
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Pasal 10
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Pasal 11
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan kawasan
permukiman perdesaan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi pemukiman dengan
kriteria prosentase kegiatan penduduk pertanian lebih dari 75% dan kepadatan penduduk kurang dari 5.000 jiwa per km2.
Pasal 12
Huruf a
Yang dimaksud dengan kawasan
permukiman perkotaan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi pemukiman dengan
kriteria prosentase kegiatan penduduk non pertanian lebih dari 75% dan
kepadatan penduduk lebih dari 5.000 jiwa per km2.
Huruf b
Cukup Jelas
Pasal 13
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Pelabuhan yang
dimaksud adalah:
a.
Pelabuhan
Cikidang di Kecamatan Pangandaran sebagai pelabuhan pendaratan ikan untuk
menunjang pengembangan kegiatan kenelayanan di Kabupaten Ciamis;
b.
Pelabuhan
Bojongsalawe di Kecamatan Parigi untuk menunjang pengembangan kegiatan
kenelayanan di Kabupaten Ciamis;
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Cukup Jelas
Huruf g
Cukup Jelas
Huruf h
Cukup Jelas
Huruf i
Pasal 17
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Pasal 18
Sistem hirarki
kota-kota adalah suatu sistem yang menggambarkan sebaran
Pasal 19
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Pasal 20
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Pasal 21
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup
Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal
23
Huruf a
Yang dimaksud dengan
kawasan yang memberi perlindungan pada kawasan bawahannya adalah kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang mencakup hutan
lindung, bergambut dan resapan air.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
kawasan yang memberi perlindungan setempat adalah kawasan yang memberikan
perlindungan setempat yang mencakup sempadan pantai, sempadan sungai, sekitar
danau atau waduk, sekitar mata air dan hijau
Huruf c
Yang dimaksud kawasan
rawan bencana alam adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami
bencana alam.
Huruf d
Yang dimaksud kawasan
suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun
perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pelestarian atau
perlindungan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, yang
juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
Huruf e
Yang dimaksud kawasan
plasma nutfah eks-situ adalah kawasan suaka alam yang diperuntukkan bagi
pengembangan dan pelestarian pemanfaatan plasma nutfah tertentu. Merupakan
areal tempat pemindahan satwa yang merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa
tersebut.
Huruf f
Yang dimaksud kawasan
pelestarian alam adalah kawasan yang mewakili ekosistem khas dan merupakan
habitat alam yang memberikan perlindungan bagi perkembangan flora dan fauna
yang khas dan beragam, yang mencakup taman nasional, taman hutan raya, taman
wisata alam dan taman buru.
Pasal 24
Huruf a
Yang dimaksud dengan
kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu
memberikan perlindungan pada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur
tata air, pencegah banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang
berguna sebagai sumber air.
Pasal 25
Huruf a
Yang dimaksud dengan kawasan sempadan pantai adalah kawasan tertentu
sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi pantai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri
kanan sungai, termasuk sungai buatan atau kanal atau saluran irigasi primer,
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kawasan sempadan danau atau situ adalah kawasan
tertentu di sekeliling danau atau situ yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi danau atau situ.
Huruf d
Yang dimaksud dengan kawasan sekitar mata air adalah kawasan sekeliling
mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
mata air.
Pasal 26
Huruf a
Yang dimaksud dengan
kawasan rawan banjir adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami bencana alam banjir.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
kawasan rawan gempa adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami
gempa bumi dengan intensitas 5 MMI atau lebih besar yang umumnya disebabkan
oleh pengaruh patahan atau pergeseran tanah.
Huruf c
Yang dimaksud dengan
kawasan rawan kekeringan adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami bahaya kekeringan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan
kawasan rawan longsor adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami tanah longsor.
Pasal 27
Huruf a
Yang dimaksud dengan
cagar alam adalah kawasan yang mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa serta tipe ekosistemnya, dengan kondisi alam baik biota maupun fisiknya
yang masih asli.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa, yang untuk kelangsungan hidupnya
dapat dilakukan dengan pembinaan terhadap habitatnya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan
suaka alam laut dan perairannya adalah kawasan dengan ciri khas tertentu di
perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pelestarian atau
perlindungan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, yang
juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan di laut.
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Huruf a
Yang dimaksud dengan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam di
darat maupun di laut terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kawasan cagar budaya adalah kawasan yang merupakan
lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan
geologi alami yang khas.
Pasal 30
Huruf a
Yang dimaksud dengan
kawasan hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan
guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan
khususnya untuk pembangunan, industri dan ekspor.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kawasan pertanian adalah kawasan yang diperuntukkan
bagi tanaman pangan.
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan kawasan pertambangan adalah kawasan yang diperuntukkan
bagi kawasan pertambangan dan secara ekonomis mempunyai potensi bahan tambang,
mencakup bahan tambang golongan A, B dan C.
Huruf e
Yang dimaksud dengan kawasan peruntukkan industri adalah kawasan yang
diperuntukkan bagi industri.
Huruf f
Yang dimaksud dengan kawasan pariwisata adalah kawasan yang secara teknis
dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata, serta tidak mengganggu kelestarian
budaya, keindahan alam dan lingkungan.
Pasal 31
Huruf a
Yang dimaksud dengan kawasan hutan produksi terbatas adalah kawasan yang
diperuntukkan bagi hutan produksi terbatas dimana eksploitasinya hanya dapat
dengan tebang pilih dan tanam.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kawasan hutan produksi tetap adalah kawasan hutan
produksi bebas yang karena pertimbangan kebutuhan sosial ekonomi dan negara
perlu dipertahankan sebagai kawasan hutan produksi dan yang dinyatakan termasuk
dalam kawsan hutan optimal.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kawasan hutan produksi konversi adalah kawasan hutan
produksi bebas yang dapat diubah peruntukannya untuk memenuhi kebutuhan
perluasan pembangunan wilayah diluar bidang kehutanan, seperti transmigrasi,
pertanian, perkebunan, industri, permukiman, dan lain-lain.
Pasal 32
Huruf a
Yang dimaksud dengan kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah adalah
kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan basah dimana pengairannya
dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis. Dalam hal ini yang dimaksud
adalah sawah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering adalah
kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan kering, untuk tanaman
palawija, tanaman tahunan perkebunan, dan peternakan serta padang penggembalaan
ternak.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kawasan perikanan darat adalah kawasan yang
diperuntukkan bagi perikanan air tawar baik kolam atau waduk.
Huruf d
Yang dimaksud dengan kawasan perikanan laut adalah kawasan yang
diperuntukkan bagi perikanan di perairan di laut.
Huruf e
Yang dimaksud dengan kawasan sentra peternakan adalah kawasan yang
diperuntukkan bagi peternakan dan atau padang penggembalaan ternak untuk
berbagai jenis hewan ternak.
Huruf f
Yang dimaksud dengan kawasan perkebunan adalah kawasan yang diperuntukkan
bagi tanaman tahunan atau perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan maupun
bahan baku industri.
Huruf g
Yang dimaksud dengan kawasan permukiman pedesaan adalah kawasan yang
diperuntukkan bagi pemukiman dengan kriteria prosentase kegiatan penduduk
pertanian lebih dari 75% dan kepadatan penduduk kurang dari 5.000 jiwa per km2.
Pasal 33
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan kawasan permukiman perkotaan adalah kawasan yang
diperuntukkan bagi pemukiman dengan kriteria prosentase kegiatan penduduk non
pertanian lebih dari 75% dan kepadatan penduduk lebih dari 5.000 jiwa per km2.
Yang dimaksud dengan
ibukota-ibukota kecamatan lainnya adalah kota Sidamulih, Panawangan, Rajadesa,
Jatinagara, Cihaurbeuti, Cipaku, Tambaksari, Sadananya, Sukadana,
Cisaga, Cimaragas, Cidolog, Lakbok, Pamarican, Langkaplancar, Padaherang,
Cigugur, Cimerak, Baregbeg, Lumbung, Sukamantri, Purwadadi dan Mangunjaya, .
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Huruf a
Cukup
Jelas
Huruf b
Cukup
Jelas
Huruf c
Cukup
Jelas
Pasal 37
Arahan pengembangan
kawasan penanganan khusus adalah sebagai berikut:
a.
Kawasan
Situ Panjalu diarahkan untuk pelestarian, pengendalian dan pemanfaatan kawasan
lindung;
b.
Kawasan
Suaka Margasatwa Gunung Sawal diarahkan untuk pelestarian dan pengendalian
flora dan fauna yang harus dilindungi;
c.
Kawasan
Hutan Lindung Gunung Sawal diarahkan untuk pelestarian, pengendalian dan
pemanfaatan kawasan lindung;
d.
Kawasan
Koridor Sindangkasih-Cikoneng-Ciamis-Cijeungjing diarahkan untuk pengembangan
perdagangan dan jasa serta pengembangan perumahan dan permukiman tertata yang
berwawasan lingkungan;
e.
Kawasan
Sindangkasih dikembangkan sebagai pusat perdagangan dan jasa;
f.
Kawasan
Karangkamulyan diarahkan untuk kawasan cagar budaya;
g.
Kawasan
Perkantoran Kertasari diarahkan sebagai kawasan pusat pemerintahan kabupaten;
h.
Kawasan
Lingkar Selatan direkomendasikan untuk dilakukan pengaturan tata ruang kawasan
terbangun;
i.
Kawasan
Bandar udara Nusawiru dibangun untuk menunjang perkembangan Kabupaten Ciamis
bagian Selatan serta menunjang pengembangan wisata Pangandaran;
j.
Kawasan
Nelayan Bojongsalawe dikembangkan sebagai pusat kegiatan kenelayanan di Jawa
Barat bagian Selatan bagian Timur untuk peningkatan produksi perikanan laut;
k.
Kawasan
Cagar Alam Pananjung diarahkan peningkatan sarana dan prasarana untuk menunjang
kegiatan wisata, pelestarian dan pengendalian kawasan lindung;
l.
Kawasan
wisata Pangandaran perlu peningkatan sarana dan prasarana untuk menunjang
pengembangan wisata;
m.
Kawasan
Hutan Lindung Kalipucang direkomendasikan untuk penanaman kembali kawasan
mangrove di sekitar Kawasan Laguna Segara Anakan;
n.
Kawasan
Pusat Kota Kalipucang dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan
kawasan hinterland pariwisata Kabupaten Ciamis bagian Selatan;
o.
Kawasan
Majingklak dikembangkan kawasan pelabuhan sebagai outlet untuk pengembangan
Kabupaten Ciamis bagian Selatan dan kepariwisataan di Pangandaran dan
sekitarnya dengan tetap memperhatikan aspek lindung hutan Mangrove;
p.
Kawasan
Lumbung Padi Padaherang dan Lakbok perlu adanya peningkatan dan pengembangan
sarana dan prasarana pertanian;
q.
Kawasan
Camping Ground Cijeungjing dikembangkan sebagai pusat wisata Camping Ground;
r.
Kawasan
Kampung Kuta diarahkan untuk pelestarian budaya/adat istiadat masyarakat Kuta;
s.
Kawasan
pengembangan ikan gurame Ciamis dan Sadananya dikembangkan sebagai pusat
budidaya ikan gurame;
t.
Kawasan
konservasi Cileueur dikembangkan sebagai wilayah konservasi untuk penyelamatan
air
Pasal 38
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan
jalan arteri primer adalah jalan yang melayani angkutan utama dan menghubungkan
kota jenjang 1 dengan kota jenjang 2 dengan ciri-ciri perjalanan jarak
jauh, kecepatan rara-rata tinggi (kecepatan menimum 60 km/jam) dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara efisien.
Yang dimaksud dengan
jalan arteri sekunder adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan
ciri-ciri perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi seefisien, dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk
masyarakat dalam
Yang dimaksud dengan
jalan kolektor primer, adalah jalan yang melayani
angkutan pengumpulan/ pembagian bagi fungsi primer dan
menghubungkan antar kota jenjang 2 yang terletak berdampingan dan atau
kota jenjang 2 dengan kota jenjang 3, dengan ciri-ciri perjalanan
jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang (kecepatan minimum 40 km/jam) dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Pengembangan stasiun
cabang kecil dimaksudkan untuk menunjang diaktifkannya kembali jalur kereta api
Banjar-Cijulang.
Huruf d
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Pasal 41
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 44
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Pasal 45
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 48
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 52
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 54
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 56
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Pasal 57
Cukup Jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 61
Cukup Jelas
Pasal 62
Cukup Jelas
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 65
Cukup Jelas
No comments :
Post a Comment